Rabu, 01 Maret 2017



PERMAINAN DAN TRADISI
Beberapa anak yang duduk dengan keadaan kaki selunjur kedepan, dimana salah satu dari mereka ada yang memimpin berjalannya permainan dengan menepuk-nepuk kaki mereka secara berurutan dan terus berulang-ulang hingga tersisa satu kaki, maka kaki yang terakhir dianggap pememang dari permainan tersebut, dengan diiringi lagu “ AMPAR-AMPAR PISANG “ yang diulang. Permainan ini dapat dilakukan hanya dengan dua orang, tetapi agar lebih seru dan menarik biasanya di lakukan lebih dari 3 orang. Lebih tepat nadanya seperti ini : “ AMPAR-AMPAR PISANG PISANGKU BELUM MASAK, MASAK SEBIJI DI HURUNG BARI-BARI, MANGGALEPOK-MANGGA LEPOK PATA KAYU BENGKOK, BENGKOK DIMAKAN API, APINYA CANG CURUPAN, DIMANA BATIS KUTUNG DIKITIP BIDAWANG.”
Permainan diatas adalah sebuah permainan yang biasa saya dan teman-teman saya mainkan di masa kecil pada era tahun 2000an. Biasa sering kami lakukan di sebuah jembatan sambil menikmati angin sepoy. Atau bahkan kami lakukan saat ada acara nikahan sembari menunggu orang tua kami selesai membantu-bantu.
Kini seiring perkembangan jaman permainan itu sangat jarang saya dengar atau saya lihat dikalangan anak-anak jaman sekarang setelah munculnya berbagai kebiasaan baru yang dianggap lebih simpel untuk di mainkan dan bahkan games-games online itu merusak rasa solidaritas yang tumbuh secara alami di dalam diri anak-anak.
Kebudayaan dengan Kekinian
Pada dasarnya manusia memiliki sifat yang tidak pernah puas dan selalu ingin tahu. Sifat seperti itu mengakibatkan dalam diri setiap manusia tumbuh rasa iri terhadap apa yang di miliki orang lain, sehingga di dunia ini penuh dengan bermacam-macam persaingan.
Sehingga bisa saya simpulkan bahwa lunturnya kebudayaan itu muncul karena adanya rasa ingin tau dan rasa saling iri hati satu sama lain, dari rasa iri tersebut permainan dan kebudayaan dahulu perlahan luntur.
Seiring berjalannya perkembangan jaman permainan yang dulu di era saya sangat membahagiakan bagi anak-anak di kalangan saya, kini sedikit demi sedikit hilang, tenggelam oleh game online.
Ditinjau dari buku PERMAINAN RAKYAT “ Permainan Rakyat yang dikumpulkan dalam penelitian biasanya bersifat rekreatif sebagai pengisi waktu yang senggang dan melepas lelah. Disamping bersifat rekreatif juga ada yang berkaitan dengan unsur magis religius. Sehingga tidak hanya memberi kenikmatan suasana bermain sendiri saja.

Perkembangan Jaman
Kita semua menyadari, bahwa pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa dan negara kita indonesia ini, yang hakikatnya iyalah marupakan proses pembaharuan dari segala bidang, cepat atau lambat akat timbul pergeseran nilai. Sehubungan dengan hal ini, maka niscahya banyak nilai lama warisan nenek moyang menjadi terlupakan, sementara nilai-nilai yang baru belum mantap dan masih dicati-cari. Akibat yang tidak di harapkan dapat terjadi, inilah yang mengakibatkan munculnya ketegangan maupun pertentangan sosial, menurut buku “Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa”.
Sesuai keterangan diatas perlunya kita menyadari bahwa perkembangan jaman itu pastu terjadi dan cepat atau lambat akan timbul pergeseran nilai yang mengakibatkan pecah atau linturnya kebudayaan masa lampau kaerna perkembangan itu.
Maka pada dasarnya pendidikan tentang kebudayaan masa lampau itu sangatlah penting. Menurut Mohamad Surya dalam bukunya ialah, pendidikan dalam keluarga merupakan inti dan fondasi dari upaya pendidikan secara keseluruhan. Jadi sebelum menuju ke pendidikan sekolah sebaiknya pendidikan dalam keluarga lebih di perhatikan .
Sebelum menuju kependidikan sekolah perlunya orangtua memberi pelajaran tentang kebudayaan dan tradisi yang ada. Menurut Rendra dalam bukunya menuliskan bahwa tradisi ialah kebiasaan yang turun-temurun dalam sebuah masyarakat. Rendra juga mengatakan pembimbing akan merosot apabila tradisi bersifat absolut. Dalam keadaan serupa ini tidak lagi menjadi pembimbing, melainkan menjadi penghalang .
Jadi untuk mempertahankan kebudayaan masa lampau orang tua harus terlebih dahulu membiasakan anak-anaknya untuk lebih mengenal tradisi nenek moyang, namun juga tidak harus kaku dalam budaya saya. Dengan mempelajari kebudayaan anak juga tidak harus menjadi orang yang kaku atau kolot.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar